Here’s a comprehensive analysis of Mayora Indah (IDX: MYOR):
Institutional and insider ownership is very high — insiders hold about 84.3 % of outstanding shares .
Major shareholders include Unita Branindo (32.9 %), Mayora Dhana Utama (26.1 %), and founder Jogi Hendra Atmadja family (25.2 %) .
The strong owner-control may stabilize decision-making but reduces free float and may raise corporate governance scrutiny.
Gross margin took a hit in 3Q24, falling to ~20.5 % (from 26.9 % YoY) due to high cocoa and coffee prices .
Slight bounce expected from 4Q24 onward — DBS projects margin normalization to ~24.6 % in FY25F .
Operating margin was around 7.9 % in 3Q24 — above industry median (5.4 %) but on a declining trend over the past 5 years .
Net profit margin sits near 8.1 % in 2024, down from ~10 % in 2023 due to pressure on both costs and forex impacts .
Top-line growth remains solid: revenue up ~17 % YoY in 3Q24 (Rp9.4 T), leading to ~12 % growth for 9M24 (Rp25.6 T) .
Net income plunged ~63 % YoY to Rp298 B in 3Q24; full 9-month earnings still stable at Rp2 T (-1 %) .
Forex hit: Net currency loss of ~Rp257 B in 3Q24 due to Rp15,100/US$ exchange and USD-denominated cash (~US$280 M) .
Cost control: Opex rose sharply (+29 % YoY, +15 % QoQ), tied to higher wages and two new plant openings .
The company implemented ~10 % price hikes for cocoa/coffee items in Oct ’24 to shore up margins .
As of Sep 2024, the company remains net-cash, with large USD cash reserves (~US$280 M) .
Asset utilization is strong (~140 %), indicating efficient use of assets .
Margin of safety on a DCF model (as of Jan 2025) is slightly negative (–1.7 %), implying current market price (Rp2,760) is close to intrinsic valuation (Rp2,713) .
No major scandal or takeover rumors found.
Analysts (e.g., Phintraco) still rate MYOR a “Buy,” projecting fair value of ~Rp2,950 with ~25 % upside .
Market sentiment centers on management’s ability to manage raw‑material costs, protect margins, and leverage USD-denominated earnings .
Area | Status & Highlights |
---|---|
Ownership | ~84 % insider-owned; tight governance. |
Revenue | Solid growth (≈12‑17 %). |
Margins | Gross ~20.5 % in 3Q24; recovering to ~24–25 % expected. |
Net Profit | Dropped in 3Q24, full-year stable. |
Forex Sensitivity | Exposed via USD cash — risk when IDR strengthens. |
Solvency | Net-cash, efficient asset use. |
Valuation | Close to intrinsic DCF value; slight upside per analysts. |
Risks | Commodity prices, currency fluctuations, and recent cost inflation. |
Margin recovery in 4Q24–25F — driven by pricing power and cost control.
FX volatility — KE strengthening rupiah can cause currency losses.
Commodity trends — cocoa, coffee, sugar, and CPO prices will matter.
Export & USD exposure — could be a tailwind if IDR weakens.
Mayora Indah remains a structurally sound FMCG play with strong brands, efficient operations, and net‑cash balance sheet. Near-term profit may remain pressured, but margin recovery, pricing resilience, and USD earnings exposure could reignite earnings momentum. Fair value is estimated around Rp2,700–3,000/sh, offering modest upside over the longer term, provided commodity and FX pressures stabilize.
Let me know if you’d like a peer comparison, deeper ratio analysis, or scenario modeling!
Berikut adalah terjemahan lengkap analisis saham Mayora Indah (IDX: MYOR) dalam bahasa Indonesia:
Kepemilikan institusi dan internal sangat tinggi — pihak internal menguasai sekitar 84,3 % saham beredar.
Pemegang saham utama: Unita Branindo (32,9 %), Mayora Dhana Utama (26,1 %), dan keluarga pendiri Jogi Hendra Atmadja (25,2 %).
Struktur kepemilikan yang terpusat ini memberikan stabilitas pengambilan keputusan, namun mengurangi jumlah saham publik dan dapat menimbulkan perhatian terhadap tata kelola perusahaan.
Gross margin (margin kotor) turun di kuartal 3 2024 menjadi sekitar 20,5 % (dari 26,9 % YoY) karena harga kakao dan kopi yang tinggi.
Diperkirakan akan membaik di kuartal 4 2024 – DBS memperkirakan margin normal kembali ke 24,6 % di FY25F.
Operating margin (margin operasional) sekitar 7,9 % di 3Q24 — di atas rata-rata industri (5,4 %), namun dalam tren penurunan dalam 5 tahun terakhir.
Net profit margin (margin laba bersih) berada di kisaran 8,1 % pada 2024, turun dari sekitar 10 % pada 2023 akibat tekanan biaya dan efek nilai tukar.
Pertumbuhan pendapatan tetap kuat: naik sekitar 17 % YoY di 3Q24 (Rp9,4 T), menjadikan pertumbuhan 12 % selama 9 bulan (Rp25,6 T).
Laba bersih turun tajam sekitar 63 % YoY menjadi Rp298 M di 3Q24; total 9 bulan tetap stabil di Rp2 T (-1 %).
Kerugian selisih kurs signifikan: sekitar Rp257 M karena penguatan dolar (Rp15.100/US$) dan cadangan kas USD (~US$280 juta).
Kenaikan beban operasional: naik 29 % YoY, terkait kenaikan gaji dan pembukaan dua pabrik baru.
Perusahaan menaikkan harga produk kakao/kopi sekitar 10 % pada Oktober 2024 untuk menjaga margin.
Per September 2024, perusahaan masih dalam kondisi net-cash (kas bersih), dengan cadangan kas dalam USD sekitar US$280 juta.
Pemanfaatan aset tinggi (~140 %), menunjukkan efisiensi penggunaan aset.
Valuasi DCF (per Januari 2025) menunjukkan margin of safety negatif (–1,7 %), artinya harga pasar saat ini (Rp2.760) hampir setara dengan nilai intrinsik (Rp2.713).
Tidak ada skandal besar atau rumor akuisisi saat ini.
Analis (misalnya Phintraco) masih memberikan rating “Buy” untuk MYOR, dengan target wajar sekitar Rp2.950 (potensi kenaikan ~25 %).
Sentimen pasar fokus pada kemampuan manajemen dalam mengelola biaya bahan baku, menjaga margin, dan memanfaatkan eksposur pendapatan USD.
Aspek | Status & Sorotan |
---|---|
Kepemilikan | ~84 % dimiliki internal; tata kelola ketat. |
Pendapatan | Pertumbuhan solid (±12–17 %). |
Margin | Margin kotor 20,5 % (3Q24), diproyeksi naik ke ~24–25 %. |
Laba Bersih | Turun di 3Q24; stabil untuk tahun penuh. |
Risiko Valas | Terkena dampak jika rupiah menguat. |
Solvabilitas | Net-cash, efisien secara aset. |
Valuasi | Dekat dengan nilai wajar; ada sedikit potensi naik. |
Risiko | Harga komoditas, fluktuasi kurs, inflasi biaya. |
Pemulihan margin di 4Q24–FY25 — didorong oleh kekuatan harga dan pengendalian biaya.
Volatilitas kurs — potensi rugi jika rupiah menguat.
Tren harga komoditas — terutama kakao, kopi, gula, dan CPO.
Ekspor & pendapatan USD — bisa menjadi katalis jika rupiah melemah.
Mayora Indah tetap menjadi emiten FMCG yang kokoh dengan merek kuat, efisiensi operasional, dan neraca yang sehat (kas bersih). Meski laba jangka pendek tertekan, pemulihan margin, daya tahan harga, dan eksposur pendapatan dalam USD bisa memulihkan kinerja. Nilai wajar berkisar Rp2.700–3.000 per saham, dengan potensi kenaikan jangka menengah jika tekanan biaya dan kurs mereda.
Jika Anda ingin saya buatkan perbandingan dengan emiten FMCG lain, analisis rasio keuangan lebih dalam, atau simulasi valuasi skenario, tinggal beri tahu!